Tim hukum KPK Kristianto mengatakan proses pengusutan kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI masih terus berlanjut. Menurut dia, tidak adanya penetapan tersangka baru bukan berarti penyidikan telah dihentikan. "Terkait pokok permohonan, mereka ini menyangkut pimpinan. Mereka (pemohon, red) menganggap tidak mempersangkakan beberapa orang tadi dia sebut ada dua Hasto sama Donny dianggap penghentian penyidikan KUHP," kata Kristianto, ditemui setelah persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).
Pernyataan itu menjawab upaya praperadilan yang didaftarkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Dasar gugatan melawan KPK karena tidak menetapkan tersangka baru/lain atas perkara dugaan suap Harun Masiku Wahyu Setiawan. Dia membantah adanya upaya penghentian penyidikan yang dilakukan KPK.
"Bahkan undang undang, sekarang diberi kewenangan penghentian penyidikan ini diaturkan spesialis dari KUHP. Artinya dengan hanya satu alasan saja, KPK sudah dapat menghentikan penyidikan yaitu apa kemudian proses penyidikan atau penuntutannya melebihi jangka waktu dua tahun, nah itu baru dapat, bahasanya pun baru dapat, itu tidak otomatis berhenti," katanya. Sebelumnya, MAKI mendaftarkan gugatan Praperadilan lawan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dasar gugatan melawan KPK karena tidak menetapkan Tersangka baru/lain atas perkara dugaan suap Harun Masiku Wahyu Setiawan.
MAKI mencantumkan nama lengkap kedua orang tersebut yang layak menjadi Tersangka lain/baru termuat dalam materi gugatan Praperadilan dan akan dibuka pada saat pembacaan dalam persidangan Praperadilan ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka yaitu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kritiyanto dan politisi PDI Perjuangan, Donny Tri Istiqomah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas KPK meminta agar hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Hal tersebut diungkapkan dalam sidangan praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020). Sidang kali ini beragenda mendengarkan jawaban dari KPK dan Dewas KPK terkait kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI. Dalam jawabnya, KPK mengatakan MAKI tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum sebagai organisasi kemasyarakatan dan tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
"Dari bukti yang ada, tidak terdapat bukti MAKI telah dapat pengakuan dari Kemenhum HAM untuk berstatus ormas berbadan hukum. Dengan demikian hakim harus menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata tim hukum KPK, Kristianto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020). Dia menegaskan saat ini pengembangan penyidikan kasus suap PAW anggota DPR masih terus berjalan. Belum ditetapkannya tersangka baru dalam kasus tersebut, kata KPK, bukan berarti penyidikan telah dihentikan.
Selain itu, kata dia, penyidikan kasus itu belum melewati batas waktu yang ditentukan undang undang dan belum ada surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Setiap penghentian penyidikan, KPK juga harus menyampaikan ke publik. "Termohon tidak pernah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan terkait penyidikan kasus suap pergantian antar waktu anggota DPR RI," katanya.
Untuk diketahui, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. MAKI meminta KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI. Sudah satu bulan berlalu sejak digelarnya operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020, bekas calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Harun Masiku masih menjadi buruan Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK menetapkan Harun sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Ia ditengarai menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan agar dapat melenggang ke Senayan. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan kpihaknya masih intens mencari Harun Masiku. Ditambah, katanya, KPK telah mendapat bantuan dari Polri. "Terakhir kan penyidik menyebarkan seluruh DPO (Daftar Pencarian Orang) ke seluruh Indonesia. Hari ini yang kami ketahui dari pimpinan juga memerintahkan untuk terus mencari keberadaan yang bersangkutan dan menangkapnya," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Sejauh ini, Ali menegaskan, KPK tak menemukan kesulitan dalam melacak keberadaan Harun. "Tidak ada kendala. Tadi sudah disampaikan kepada tim. Sementara belum ada update," tegasnya. Ketika disinggung soal lokasi yang telah digeduduk KPK untuk mencari Harun, Ali enggan berkomentar. Menurutnya, hal tersebut bagian dari strategi tim penyidik dalam meringkus caleg PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I tersebut. "Kalau mengenai tempatnya daerahnya dimana tentu kami tidak bisa sampaikan. Kami terus bergerak untuk mencari tetapi daerahnya dimana kami sedang posisi dimana untuk mencari yang bersangkutan kami tidak bisa menyampaikan pada rekan rekan semua," kata Ali.
KPK menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan; eks caleg PDIP Harun Masiku; mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina; dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR. Wahyu dan Agustiani diduga menerima suap dari Harun dan Saeful dengan total sekitar Rp900 juta. Suap itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Tiga dari empat tersangka kasus ini telah mendekam di sel tahanan. Sementara, tersangka Harun Masiku masih buron hingga kini.
Sejak KPK menangkap Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU dan tujuh orang lainnya dalam OTT pada Rabu, 8 Januari 2020, Harun seperti hilang bak ditelan bumi. Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui dapil Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali. Pada 16 Januari Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia. Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno Hatta.
Bahkan pada 21 Januari, istri Harun, Hildawati, mengakui suaminya memberi kabar sudah berada di Indonesia pada 7 Januari. Belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia. Meski dipastikan telah berada di Indonesia, KPK dan kepolisian hingga kini belum berhasil menangkap Harun Masiku yang telah ditetapkan sebagai buronan.