DPR Kesulitan Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Ernest: Kalo Gak Mau Sulit Jangan Jadi DPR

Usualn Komisi VII DPR agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 menuai kritikan. Bahkan, setelah mendengar alasan dari pihak wakil rakyat tersebut, masyarakat semakin mengeluarkan opini mereka. Diketahui sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS sulit dilakukan saat ini. RUU PKS merupakan RUU inisiatif DPR.

"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020) dilansir Menurut Marwan, pembahasan soal Kesejahteraan lanjut Usia justru lebih baik dimasukkan ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020. Terkait hal ini, komedian sekaligus sutradara film, Ernest Prakasa menyindir pernyataan tersebut.

Melalui media sosial Instagram miliknya, @ernestprakasa pada Rabu (1/7/2020) menuliskan sindirannya. Menurut Ernest, anggota DPR tak perlu menjadi wakil rakyat jika tak ingin merasa kesulitan. Ernest juga menyarankan beberapa pekerjaan yang lebih mudah dibanding menjadi DPR.

"Kalo gak mau sulit jangan jadi anggota DPR Pak, bikin akun repost aja di IG. Tinggal nyolong konten Tonight Show sama stand up comedy Kompas/Indosiar, Trus nanti kalo polower udah banyak bisa jualan pemutih selangkangan deh. Gampang banget. . Buat yang gak tau apa itu RUU PKS & kenapa itu penting, please do find out.

Caranya antara lain dengan membaca TL @kalis.mardiasih @hannahalrashid @jakartafeminist atau cek hestek #SahkanRUUPKS," tulis @ernestprakasa di laman Instagramnya. Artis Tara Basro juga ikut berpendapat soal usulan penundaan RUU PKS ini. Tara Basro mengutip postingan dari @kalis.mardiasih soal pernyataan DPR yang mengaku sulit membahas RUU PKS.

Pasalnya saat ini, data kekerasan seksual sebenarnya sudah tersedia di mana mana. "Data kekerasan seksual udah tersedia dimana mana, kasus kekerasan seksual terus meningkat, DPR gak malu apa ya bilang sulit ke korban?"

Sementara itu, menurut Komnas Perempuan, para DPR saat ini tidak ada perhatian lagi terhadap korban kekerasan seksual. Dikutip dari , Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan sikap DPR yang menggeser RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 ke tahun 2021. Menurut Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, langkah tersebut menandakan bahwa DPR tidak memberi perhatian pada kasus kekerasan seksual beserta korbannya.

Apalagi, penundaan pembahasan RUU ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir. "Kalau itu ditunda lagi artinya tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban dan juga kasus tersebut," kata Mariana kepada Kompas.com, Rabu (1/7/2020). Mariana mengungkap bahwa angka kekerasan seksual terus meningkat setiap tahun.

Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen. Artinya, selama 12 tahun kekerasan terhadap perempuan di Indonesia melonjak hampir 8 kali lipat. Sepanjang tahun 2019, dilaporkan bahwa terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah tersebut naik 6 persen dari tahun sebelumnya, yang mana terdapat 406.178 kasus kekerasan.

Mariana mengungkap, belakangan, kekerasan seksual marak terjadi di lingkungan keluarga seperti inses dan marital rape (kekerasan seksual dalam rumah tangga). Menunda pembahasan RUU PKS akan berakibat pada semakin banyaknya korban, termasuk di lingkungan keluarga sendiri. "Kalau ini dibiarkan ditunda tunda artinya akan banyak korban berjatuhan dan mungkin itu adalah keluarga itu sendiri," ujar Mariana.

Mariana menyebut bahwa kasus kekerasan seksual selama ini ditangani menggunakan Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal, KUHP tidak cukup mengakomodir seluruh kasus kekerasan seksual, termasuk tidak cukup menindak pelaku dan melindungi korban. "Tanpa RUU itu lembaga layanan yang menangani korban itu jadi terhambat, baik dalam proses pendampingan, pemulihan maupun penanganan hukumnya," kata Mariana.

Komnas Perempuan menagih janji DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *