Terdakwa I Nyoman Dhamantra dan tim penasihat hukum membacakan nota keberatan terhadap surat dakwaan atau ekspesi terkait kasus suap pengurusan kuota impor bawang putih. Pembacaan eksepsi idilakukan secara bergantian. Sidang pembacaan eksepsi digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (7/1/2020). Politikus PDI Perjuangan itu merasa trauma terjerat kasus hukum.
Menurut dia, proses hukum tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga anggota keluarganya yang lain. "Peristiwa yang sangat traumatik," kata I Nyoman Dhamantra, saat membacakan eksepsi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (7/1/2020). Berdasarkan pantauan, pada saat pembacaan eksepsi, mantan anggota DPR RI itu bersuara terbata bata menahan tangis.
Sempat, dia tertahan sebelum kembali melanjutkan membacakan eksepsi tersebut. Sementara itu, penasihat hukum I Nyoman Dhamantra, Henry Indraguna menilai kliennya adalah korban dari kasus suap pengurusan kuota impor bawang putih. Dia menduga seorang bernama Mirawati Basri alias MBS, salah satu karyawan di PT Asia Tech, mencatut nama kliennya untuk melakukan suatu tindak pidana.
"Jadi, saya jelaskan sekali lagi bahwa IND (I Nyoman Dhamantra, red) ini adalah korban. Sekali lagi adalah korban. Jadi MBS ini, dugaan kami sebagai dadernya. Dia mencatut nama, memakai nama, yang seolah olah menceritakan suatu cerita, berhalusinasi atas perintah IND, padahal tidak sama sekali," kata dia. Menurut dia, surat dakwaan JPU pada KPK itu kabur dan batal demi hukum. Sebab, kata dia, di surat dakwaan itu tidak menguraikan secara jelas dan terperinci suatu dugaan tindak pidana yang dilakukan I Nyoman Dhamantra.
"Maka setelah kami mendengar dan membaca surat dakwaan yang disusun oleh JPU, poin poin penting yang kita sebutkan di atas sama sekali tidak dapat diuraikan dan tidak dapat dijelaskan secara lengkap, cermat, rinci oleh JPU dalam surat dakwaanya," kata dia. Sehingga, dia menyatakan, berdasarkan pasal 143 ayat 3 Kitab Undang Undang Hukum Pidana maka surat dakwaan yang disusun oleh JPU harus batal demi hukum. Untuk diketahui, I Nyoman Dhamantra, anggota Komisi VI DPR RI periode 2014 2019, didakwa menerima suap senilai Rp 2 miliar dan janji berupa uang sebesar Rp 1,5 Miliar.
Nyoman Dhamantra didakwa melakukan tindak pidana bersama sama dengan Mirawati, salah satu karyawan di PT Asia Tech dan Elviyanto, Direktur PT Asia Tech. Politisi PDI Perjuangan itu diduga mengupayakan pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandry Suanda alias Afung, Direktur PT Cahya Sakti Agro (CSA). Atas perbuatan itu, Nyoman didakwa Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.